PAHLAWAN DEVISA, itulah istilah yang sering kita dengar, predikat bagi saudara-saudara kita yang sedang mencari nafkah di negeri seberang.
Menurut data dari Disnakertrans Prop Jatim jumlah TKI yang berasal dari Prop. Jatim sampai dengan tahun 2006 yang berada di luar negeri sekitar 2,85 juta orang yang tersebar di 16 negara dan inipun belum termasuk jumlah TKI yang ilegal.
Bisa kita bayangkan berapa Devisa yang masuk ke kantong Negara tiap tahunnya, jika rata-rata penghasilan para TKI perbulan Rp. 2,5 juta rupiah (gaji terendah), maka dapat kita hitung kurang lebih sekitar 7 juta dolar akan diterima Bangsa ini, sungguh jumlah yang luar biasa.
Kelihatan dan kedengarannya memang sangat membanggakan, namun di balik semua itu ada hal yang sungguh memprihatinkan, apakah ini sebanding dengan keadaan yang diterima para TKI di luar negeri, penghargaan terhadap para pahlawan devisa itu sangat minim. bahkan mereka diperas.
Besarnya penghasilan para TKI tidak pernah disertai dengan pengamatan berapa besar biaya yang telah mereka keluarkan.
Dari mana modal tersebut didapat dan belum lagi besar resiko yang ditanggung apabila TKI tersebut mendapat masalah penipuan, perampasan, tindak kekerasan atau dihukum penjara seumur hidup bahkan dihukum mati.
Apabila dikaji lebih cermat, maka apa yang terjadi pada para TKI ini merupakan manifestasi keadaan moral, sosial dan ekonomi di negeri ini.
Tingkat kemiskinan yang sangat tinggi dan kesempatan kerja yang terus menyempit, maka yang jadi tuntunan adalah naluri untuk mempertahankan hidup.
Seringkali kita mendengar bahkan menyaksikan bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh saudara-saudara kita khususnya para wanita. Mulai dari menjadi korban perkosaan oleh majikannya, diperjualbelikan, dipukul dan sebagainya.
Memang dalam kondisi ekonomi negara kita saat ini menjadi TKI ke luar negeri adalah salah satu alternatif solusi yang ditempuh oleh saudara-saudara kita yang mayoritas tinggal di daerah pedesaan.
Dengan melihat kondisi di atas yang nampaknya sejak dulu hingga sekarang masih menjadi problematika bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia, terkesan sekali kalau saudara-saudara kita yang mengadu nasib menjadi TKI di luar negeri kurang punya harga diri dan bermartabat.
Sekarang pertanyaannya, siapakah yang harus disalahkan?. Pemerintah, PJTKI ataukah para TKI itu sendiri.
Untuk kondisi saat ini sudah bukan jamannya kita saling menuding, menghujat dan menyalahkan.
Kalau kita lihat dari pihak pemerintah sendiri juga sudah terus berupaya untuk melakukan memberikan perhatian dan perlindungan terhadap TKI dengan menempatkan Duta Besar serta pembenahan melalui peraturan ketat terkait ijin atau ketentuan bagi warganya yang ingin menjadi TKI ke luar negeri.
Dari pihak PJTKI sendiri juga sudah berupaya memberikan pembekalan pendidikan dan pelatihan bagi para calon TKI.
Sedangkan dari TKI sendiri juga sudah berupaya untuk berbuat lebih baik dengan menerapkan segala sesuatu yang telah diajarkan atau diberikan oleh PJTKI.
Nah, ketika seperti itu adakah alternatif solusi yang lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan yang menghinggapi para TKI kita?
Ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di ruang Biro Kesra ini, ada sesuatu impian besar yang ingin saya wujudkan khususnya di bidang ketenagakerjaan yaitu bagaimana mewujudkan saudara-saudara kita yang berada di luar negeri untuk mencari rezeki supaya lebih bermartabat dan mempunyai nilai tawar yang tinggi sehingga perlakuan-perlakuan yang kurang pantas serta perampasan hak-hak bisa di tekan atau bahkan tidak terjadi.
Sarikat TKI di masing-masing negara, mungkin itu salah satu solusinya. Mengapa harus Sarikat TKI di masing-masing negara?
Seperti kita ketahui kekerasan yang terjadi salah satunya desebabkan lemahnya posisi tawar para TKI karena karakter mereka yang sebagian besar berpendidikan rendah, kurang pengalaman dan keterampilan serta minimnya informasi yang didapat, bahkan saat mereka tersandung masalah, minim bagi mereka menuntut perlindungan.
Coba kita melihat kondisi tenaga kerja yang berada di dalam negeri, setiap kali terjadi ketidakadilan atas hak kaum pekerja pasti akan menimbulkan suatu reaksi dari Sarikat Buruh Indonesia sebagai bentuk protes dan wujud perlindungan terhadap hak dan kepentingan kaum pekerja.
Sehingga yang terjadi pihak perusahaan atau majikan akan bepikir ulang untuk berbuat seenaknya terhadap para pekerja.
Nah pandangan saya dengan adanya Serikat TKI di masing-masing negara dapat memberikan suatu bentuk perlindungan bagi para Tenaga Kerja Indonesia, sehingga pihak perusahaan maupun para majikan akan berpikir ulang ketika hendak merampas hak-hak para TKI karena sekali berbuat seenaknya mereka akan berhadapan dengan sebuah kekuatan buruh yang luar biasa.
Namun juga perlu diketahui bahwa tujuan serikat ini dalam rangka membangun kebersamaan dan memberikan perlindungan hak-hak dan media informasi bagi para TKI, bukan semata-mata untuk unjuk kekuatan di negara orang.
” Sarikat TKI dalam rangka membangun kebersamaan Saling Melindungi“